Rabu, 20 April 2022

𝐏𝐞𝐫𝐛𝐚𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐃𝐚𝐭𝐚𝐛𝐚𝐬𝐞 𝐈𝐥𝐦𝐢𝐚𝐡 (𝐒𝐜𝐨𝐩𝐮𝐬, 𝐖𝐨𝐒 𝐝𝐚𝐧 𝐆𝐨𝐨𝐠𝐥𝐞 𝐒𝐜𝐡𝐨𝐥𝐚𝐫), 𝐌𝐚𝐧𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐛𝐚𝐢𝐤?

𝐎𝐥𝐞𝐡: 𝐃𝐫. 𝐃𝐚𝐫𝐦𝐚𝐰𝐚𝐧 𝐍𝐚𝐩𝐢𝐭𝐮𝐩𝐮𝐥𝐮, 𝐒𝐓, 𝐌.𝐊𝐨𝐦, 𝐂𝐈𝐐𝐧𝐑

Ada tiga database ilmiah yang sangat popular bagi para peneliti di dunia yaitu Scopus, Web of Science (WoS) dan Google Scholar (Waltman, 2016). Keunikan database ini dibanding yang lain adalah sifatnya yang multidisipliner. Tidak heran, ketiganya menjadi database ilmiah yang terbesar saat ini karena coverage area nya sangat luas yang mencakup berbagai disiplin ilmu mulai dari kesehatan, teknik, sains hingga sosial.
Diluar Scopus, WoS dan Google Scholar, database yang ada lebih berorientasi pada disiplin ilmu tertentu. Sebagai contoh Database IEEE Xplore yang lebih spesifik ke disiplin ilmu teknik dan teknologi, atau Chemical Abstract yang merupakan database ditujukan untuk disiplin ilmu kimia dan ilmu terkait seperti biologi, hayati dan fisika.
Tulisan ini mengulas perbandingan antara Scopus, WoS dan Google Scholar khususnya dari segi coverage, kualitas data bibliografi serta fitur lainnya yang disediakan. Beberapa peneliti telah membahas terkait ini (Jacso, 2005; Neuhaus & Daniel, 2006; Waltman, 2016).
Google Scholar (GS) disebut sebagai open access database, menyediakan layanan gratis (free services) yang mencakup berbagai jurnal, prosiding, buku, disertasi, laporan teknis serta dokumen ilmiah lainnya dari semua disiplin ilmu. GS memberikan benefit besar bagi para peneliti yang tidak memiliki akses ke database komersial (baca: Scopus dan WoS).
Dalam hal coverage, GS dikatakan lebih unggul dari pada Scopus dan Wos (Orduna-Malea, 2015). GS diperkirakan mengindeks lebih dari 100juta dokumen ilmiah yang merepresentasikan 87% dari total dokumen ilmiah di internet saat ini (Khabsa & Giles, 2014). Jika dibandingkan dengan Scopus yang baru mengindeks 70juta dokumen ilmiah pada tahun 2020.
GS mengumpulkan dokumen ilmiah dari berbagai Penerbit Akademik, Preprint dan Post Print Server, Repositori Digital dari sejumlah universitas, organisasi riset dan lembaga pemerintah. Walaupun demikian, tidak semua dari sumber-sumber tersebut diindeks oleh GS. Bahkan penerbit besar seperti Elsevier dan American Chemical Society (ACS) telah menolak bekerjasama dengan GS.
Beberapa peneliti telah mengukur presisi dan kinerja dari GS. Jacso (2005, 2006, 2010) mengungkapkan masalah konsistensi dan akurasi data; Beel & Gipp (2010) melaporkan jumlah sitasi yang tidak akurat. Ada peluang manipulasi jumlah sitasi dalam GS. Intinya, GS memiliki kelemahan terutama kualitas data bibliografi yang rendah, yang disebabkan kurangnya kontrol terhadap kualitas data (lack of quality control).
Akibatnya hasil pencariannya tidak dapat diandalkan, yang mengarah pada hasil yang tidak akurat dan menyesatkan. Selain itu sering ditemukan duplikasi dokumen karena data bibliografi yang salah atau tidak lengkap (Jacso, 2005b, Neuhaus & Daniel, 2006, Waltman, 2016).
Selain itu, aspek transparansi GS juga dikritisi oleh beberapa peneliti karena GS tidak pernah membuka informasi apa misalnya tentang rentang waktu cakupannya (coverage time period) sehingga sulit sekali memprediksi coverage GS (Neuhaus & Daniel, 2006; Wouters & Costas, 2012).
Fitur yang dimiliki GS adalah sebuah mesin pencari yang sederhana dan mudah digunakan. Fasilitas advanced search yang disediakan bisa digunakan untuk mempersempit pencarian berdasarkan nama penulis, judul artikel, jurnal dan tahun publikasi. Hasil pencarian adalah berupa artikel (full teks atau abstrak) yang diurutkan berdasarkan relevansi beserta jumlah sitasinya. Namun sayangnya, GS belum memiliki platform analytical tool seperti pada Scopus dan WoS.
Scopus dan Web of Science (WoS) adalah database ilmiah bereputasi terbesar di dunia saat ini. Walaupun keduanya termasuk database komersial, namun bukan tanpa alasan. Scopus dan WoS merupakan database berkualitas tinggi yang menyediakan data bibliografi yang lengkap, konsisten dan akurat. Scopus dan WoS mempunyai persyaratan yang ketat agar suatu dokumen ilmiah atau peer review journal dapat terindeks sehingga memiliki kualitas yang baik (Kumar, 2021). Dengan demikian, Scopus dan WoS menjadi rujukan penting bagi para peneliti.
Dari segi coverage, Scopus masih lebih unggul dibanding WoS. Studi yang dilakukan Visser & Moed (2008) melaporkan bahwa Scopus mencakup 97% publikasi dari WoS. Senada dengan hal tersebut, Mongeon & Paul-Hus (2016) mengatakan bahwa sebagian besar jurnal yang diindeks WoS juga diindeks oleh Scopus. Artinya WoS hampir menjadi bagian (subset) dari Scopus. Begitu pula dari segi sitasi, beberapa studi melaporkan jumlah sitasi di Scopus cenderung lebih tinggi daripada WoS. Satu kelemahan Scopus dibanding WoS adalah aksesnya terbatas terhadap artikel yang terbit sebelum tahun 1996. WoS sendiri telah mengindeks dokumen mulai tahun 1900.
Fitur yang dimiliki Scopus dan WoS, yang tidak dimiliki GS adalah memiliki platform analytical tool. Platform ini menyediakan alat analisis berupa perangkingan penulis, tahun publikasi, sumber/outlet, subyek area, tipe dokumen melalui opsi filter (refinement), serta overview sitasi melalui citation tracker. Informasi tersebut sangat diperlukan ketika kita mengevaluasi kinerja riset berdasarkan publikasi dan sitasi (e.q systematic review, bibliometric). Disamping itu, opsi pencarian yang dimiliki Scopus dan WoS juga sangat lengkap yang mencakup pencarian berdasarkan judul artikel, keyword, abstrak, sumber/outlet, afiliasi, negara hingga ISSN.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing database memiliki kelebihan dan kelemahan. Namun Scopus dan WoS lebih unggul dari segi kualitas data bibliografi serta mempunyai platform analytical tool yang dapat digunakan untuk proses analisa selanjutnya. Jadi manakah yang ada pilih?

Tidak ada komentar: