Psikohumaniora Optimis menuju Jurnal Internasional Bereputasi - UIN Walisongo
Halaman
Memory 17-18 Oktober 2020 Persiapan Psikohumaniora Menuju Scopus
Pendampingan Jurnal Religia UIN Pekalongan menuju Terindeks Scopus
Acara ini tidak hanya dihadiri
oleh pengelola Jurnal Religia:Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman tetapi juga pengelola
jurnal-jurnal lainya di UIN Gusdur Pekalongan. Acara ini juga dihadiri oleh Dekan
Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) UIN K.H. Abdurrahman Wahid
Pekalongan Dr. H. Sam'ani Sya'roni, M.Ag.
Kegiatan ini bertujuan untuk
mewujudkan target yang lebih tinggi setelah menjadi jurnal nasional terindeks
di Sinta 2. Pada kesempatan itu, Faizal Risdianto memberikan tips dan
pendampingan pengelolaan jurnal menuju terindeks Scopus berdasarkan pengalaman
pendampingan Jurnal Psikohumaniora UIN Walisongo Semarang dan Jurnal Ijtihad
UIN Salatiga telah terindeks Scopus. Beberapa tipsnya adalah reformulasi focus
and scope jurnal yang superspesialis dari fokus yang umum menjadi jurnal kajian
Living Qur’an dan Hadits, Pemilihan Editor yang H Index Scopus ID tertinggi dan
pemilihan sepuluh artikel terbaik yang memiliki sitasi tertinggi dan sesuai
dengan focus and scope yang telah direformulasikan.
Pada tanggal 14 Februari Jurnal Religia
telah didaftarkan ke database Scopus dan semoga ada khabar baik ke depannya
Jurnal ini bisa menjadi jurnal ke-23 yang terindeks scopus di lingkungan Perguruan
Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).
International Journal of Linguistics, Culture and Communication (IJOLCC)
Bootstrap 3 Theme for OJS 3
APC termahal sedunia = IDR 173,4 Juta di jurnal Springer NATURE
For €9500, Nature journals will now make your paper free to read: https://www.science.org/content/article/9500-nature-journals-will-now-make-your-paper-free-read
biaya publikasi termahal sedunia jurnal springer nature hampir 173,4 juta IDR
KOMPAS.ID: Pengukuran Kinerja Dosen
Menurut situs Science and Technology Index (Sinta) Direktorat Pendidikan Tinggi, saat ini di Indonesia ada 257.017 dosen. Jumlah ini terdiri dari 7.154 dosen berjabatan guru besar (2,79 persen), 30.319 lektor kepala (11,83 persen), 78.107 lektor (30,49 persen), 71.971 asisten ahli (28.09 persen), dan 69.466 (26,72 persen) dosen tanpa jabatan fungsional.
Jika kategori terakhir tak dihitung, jumlah dosen yang akan menjadi sasaran evaluasi kinerja adalah 187.551 atau 72,9 persen. Situs yang sama menunjukkan saat ini di Indonesia ada 7.748 jurnal ilmiah dengan peringkat akreditasi 1 hingga 6 dari semua bidang ilmu. Jurnal-jurnal itu terbit dua hingga tiga kali setiap tahun, dan memuat lima hingga 20 judul artikel setiap terbitan.
Jika dianggap setiap jurnal terbit dua kali satu tahun dan setiap terbitan memuat sepuluh judul artikel saja, dalam satu tahun semua jurnal ilmiah di Indonesia menerbitkan 154.960 judul artikel.
Berdasarkan hitungan kasar ini, rerata publikasi nasional adalah 0,6 judul artikel per dosen per tahun. Artinya, setiap tahun hanya enam dari 10 dosen memiliki publikasi jurnal. Proporsi ini belum mencapai batas rasional minimum, yaitu satu dosen satu publikasi per tahun.
Proporsi yang sangat kecil itu masih diperparah oleh sebaran yang tak merata. Dalam satu tahun ada dosen yang menerbitkan hingga tujuh judul artikel, tetapi ada juga yang sama sekali tak menerbitkan artikel. Artinya, 154.960 judul artikel itu belum tentu ditulis oleh 154.960 dosen, bisa kurang dari itu.
Pangkalan data juga menunjukkan saat ini ada 100.000 judul artikel dari Indonesia pada jurnal internasional bereputasi, yang merupakan kinerja wajib bagi guru besar. Namun, 100.000 judul artikel tidak semuanya ditulis oleh guru besar.
Sebagian justru ditulis oleh dosen-dosen muda. Dosen-dosen yang menjadi guru besar sebelum diberlakukannya Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit (PO PAK) 2014 cenderung tidak memiliki publikasi jurnal internasional.
Berdasarkan fakta-fakta itu, mengukur kinerja dosen berdasarkan jumlah dan peringkat artikel jurnal adalah sangat tak realistis. Masih ada permasalahan yang lebih fundamental berupa rasio dan sebaran penulis. Karena itu, pemberlakuan dua peraturan di atas secara pukul rata sebaiknya dipikirkan ulang. Jika banyak dosen terkena sanksi sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya, pemerintah sendiri yang rugi.
https://www.kompas.id/baca/opini/2023/02/13/pengukuran-kinerja-dosen