Rabu, 07 Desember 2022

Predatory publishing in Scopus: Evidence on cross-country differences

 


Table 2 shows figures for the top and bottom 20 countries. Kazakhstan and Indonesia appear to be the most badly affected, with roughly every sixth article falling into the suspected predatory category. They are followed by Iraq, Albania, and Malaysia, with more than every tenth article appearing in this category. Some of the most severely affected countries are also among the largest in terms of population: India, Indonesia, Nigeria, the Philippines, and Egypt, which underlines the gravity of the problem. However, small countries that might have been difficult to spot on a world map, such as Albania, Oman, Jordan, Palestine, and Tajikistan are also seriously affected. South Korea is by far the worst among advanced countries. All countries on the top 20 list, except only Albania, are indeed in, or very near, Asia and North Africa.


Artikel tersebut adalah warning bagi pemerintah Indonesia karena kita menduduki posisi kedua sebagai negara dengan peneliti yang "menggunakan" jasa predatory journal. Apakah perlu dikaji ulang lagi dan lagi mengenai persyaratan kenaikan pangkat?

Menentukan kriteria seharusnya juga melibatkan dosen yg aktif dlm penulisan, tdk ditentukan oleh sekelompok orang yg kita tdk tau bgm pengetahuannya ttg kejurnalan. Mereka belum tentu lebih faham dr PD penulis. Ini untuk mencegah aturan yg baru seumur jagung sudah dicabut tanam benih baru yg varietas ya juga blm tentu unggul

Imho kewajiban terkait publikasi utk pangkat sudah baik. Sudah semestinya dosen memiliki riwayat publikasi.
Yg perlu kita perbaiki dan refleksi ke diri masing2 dosen, utk lebih sadar diri ttg kelayakan diri disebut sbg lecturer, shg tidak ugal-ugalan dlm mengejar kenaikan pangkat.

Tidak memakai cara instant.
Kalau kebijakan yg baik diubah krn ketidak mampuan menyikapi dan menjalankan aturan, nanti jatuhnya sama spt Frontier dan artikel jurnal scientometrics td. 



Tidak ada komentar: