Pages

Jumat, 15 Oktober 2021

Jurnal Kapal Perang vs Jurnal Kapal Dagang

Pixabay LicenseUntuk digunakan gratis, Tidak ada atribut yang di perlukan


Pernah ada pembicaraan menarik di kalangan pengelola jurnal dengan topik “Kapal Perang vs kapal Dagang”. Tipe pertama yaitu jurnal "Kapal Perang" adalah metafora untuk menggambarkan pengelolaan jurnal yang
 super idealis yang dalam istilah kami di PTKIN mulai popular dengan istilah “Jihadis Jurnal”. Pengelola tipe ini berjibaku, habis-habisan mengelola jurnal tanpa memikirkan honor atau bayaran. Ini tipe Ikhas Lillahi Ta’ala. Tetapi fenomenanya ada pengelola tipe Kapal perang ini yang mengaku terang-terangan bahwa dia sering diabaikan atau dipinggirkan tetapi sekaligus dibutuhkan oleh pihak kampusnya. 

Pengelola Jurnal tipe “Kapal Perang” ini secara umum mengacu pada pengelolaan jurnal di kampus-kampus kita baik kampus Negeri maupun swasta. Jurnal-jurnal tersebut sebagian tidak mengenakan biaya publikasi ke penulis alias free APC dan sebagiannya meminta APC dengan harga miring dari 30 USD-300 USD tergantung level SINTA-nya. Makin tinggi levelnya makin tinggi pula biaya APC-nya. Biaya APC tersebut misalnya yang SINTA 1 terindeks Scopus mengenakan biaya 300 USD tetap dapat dikatakan relatif “Murah” dibandingkan jurnal kapal dagang yang saya jelaskan setelah ini.

Tipe kedua yaitu Jurnal kapal Dagang adalah jurnal-jurnal yang dikelola oleh Big publisher yang notabene adalah perusahaan publikasi seperti Elsevier, Emerald, Springer dan sebagainya. Namanya juga perusahaan prinsipnya bukan idealism tetapi bagaimana publikasi itu berjalan dengan prinsip pelayanan bisnis. Seorang author jika ingin publish gratis dia boleh memilih tipe closed access tetapi proses review-nya lumayan berat dan memakan waktu lama bisa 6 bulan sampai satu tahun lebih. Badai revisi tiada henti pun sering menerpa. Diperlukan kesabaran dan ketekunan yang tinggi sementara kewajiban publikasi terutama mahasiswa S3 di Indonesia tetap ada target lulus dan kejar-kejaran waktu.  Jika author tidak sabar dia bisa mencoba model open access yang akan dikenakan biaya yang besar. Ada yang 500 USD sampai ribuan USD. Ada cerita seorang doctor yang ingin jadi professor mengirim naskah ke jurnal terindeks scopus di luar negeri dan editor mengatakan via E-mail bahwa tulisan beliau bagus tapi banyak kekurangan di sana-sini dan editor siap membantu editing asal membayar biaya seribu Euro.  Jika satu Euro itu kursnya IDR 16.000,- biaya yang harus dikeluarkan penulis adalah 16 juta rupiah. Itu hanya untuk biaya editing belum untuk proofreading naskah. Ada lagi author Indonesia bercerita kepada saya bahwa di aharus membayar IDR 25 juta untuk publish di Journal of Social Studies Education Research, https://jsser.org/index.php/jsser/index, sebuah jurnal terindeks scopus Q1 di Turki.


Bagaimana dengan jurnal-jurnal di Indonesia? Ada juga lho jurnal-jurnal yang dikelola oleh CV atau LSM. Pokoknya yang Non-kampus. Ada tipe pengelola yang merasa kurang diperhatikan pihak kampus dan juga melihat peluang bisnis publikasi ilmiah membuat “kapal dagang” sendiri dan saya lihat masih dalam batas kewajaran untuk biaya publikasi. Seperti yang pernah saya tulis tentang “Hal Ikhwal biaya Publikasi atau APC”  jurnal non-kampus sudah pasti harus membiayai sendiri sewa domain, hosting dan penyelenggaran jurnal agar bisa berjalan lancer dan best practice. Langganan DOI, turnitin, ithenticate, Grammarly dan sebagainya juga termasuk biaya yang harus dikeluarkan oleh pengelola jurnal ini.

Kesimpulannya baik kapal perang maupun kapal dagang semua itu pilihan dan terserah author memilih yang mana sebagai tujuan publikasi ilmihnya. Yang penting tidak terjerumus ke predatory atau Questionble Journal and  publishers.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar